PERSEDIAAN

Definisi Persediaan

  • Kartika Hadi dkk
    Persediaan adalah salah satu aset lancar signifikan bagi perusahaan pada umumnya, terutama perusahaan dagang, manufaktur, pertanian, kehutanan, pertambangan, kontraktor pembangunan, dan penjual jasa tertentu.
  • PSAK 202 (sebelumnya PSAK 14)
    Persediaan adalah aset:

    • yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
    • dalam proses produksi untuk penjualan tersebut
    • dalam bentuk bahan/perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa

PSAK 14 tidak digunakan untuk mengukur persediaan yang dimiliki oleh:

    • Produsen Produk agrikultur dan kehutanan
    • Hasil agrikulutur setelah panen
    • Mineral dan produk mineral
    • Pedagang-pedagang komoditi yang mengukur persediaan pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan
  • Kieso dkk
    Persediaan (inventories) adalah item aset yang dimiliki perusahaan untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam produksi barang yang akan dijual.

Sifat-sifat Persediaan

Persediaan memiliki sifat-sifat berikut (Agoes, 2018:298):

  • Biasanya aset lancar karena masa perputarannya biasanya kurang atau sama dengan satu tahun
  • Merupakan dalam jumlah besar, terutama dalam perusahaan dagang dan industri
  • Mempunyai pengaruh besar terhadap laporan posisi keuangan, perhitungan laba rugi. Hal ini karena kesalahan menentukan persediaan pada akhir periode dapat mengakibatkan kesalahan menentukan jumlah aset lancar dan total aset, beban pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih, taksiran pajak penghasilan, pembagian dividen dan laba rugi ditahan, dan akan terbawa pada periode berikutnya.

Klasifikasi persediaan

Klasifikasi persediaan pada umumnya tergantung dari jenis perusahaan. Pada perusahaan dagang, umumnya persediaannya adalah persediaan barang dagang (merchandise inventory). sedangkan perusahaan manufaktur persediaan dibedakan menjadi:

  1. Persediaan bahan baku atau barang mentah, merupakan persediaan yang akan diolah menjadi barang dalam proses (input).
  2. Persediaan barang dalam proses, merupakan barang proses dari persediaan bahan baku yang diolah namun barang belum selesai diproduksi. 
  3. Persediaan barang jadi, merupakan barang yang sudah selesai di produksi dan siap untuk dijual.

Pengendalian Persediaan

Tujuan pengendalian persediaan menurut Warrent dkk. (2017) antara lain:

  • Melindungi persediaan dari kerusakan atau pencurian
  • Melaporkan persediaan dalam laporan keuangan

Pengendalian persediaan menurut Kieso dkk (2017) harus dimulai saat persediaan diterima. Dokumen yang sering digunakan untuk pengendalian antara lain: pesanan pembelian, laporan penerimaan, dan faktur pemasok. Selain itu penggunaan sistem perpetual juga efektif dalam mengontrol persediaan. Bentuk pengamanan lain terkait persediaan seperti penyimpanan persediaan (akses persediaan terbatas hanya petugas), penyimpanan ditempat yang aman, CCTV dan sebagainya.

Menurut Penulis, pengendalian persediaan dimulai saat persediaan direncanakan, saat pembelian, persediaan diterima hingga persediaan itu keluarkan. Dalam perusahaan manufaktur pengendalian persediaan biasanya dilakukan oleh PPIC (Production Planning and Inventory Control). PPIC membuat perencanaan pengadaan persediaan dan mengelola persediaan.

Pengendalian ini dimulai saat perencanaan agar kontrol persediaan maksimal dan stok persediaan tidak mengalami kekurangan ataupun kelebihan, mengurangi stok usang ataupun stok rusak. Kontrol disini juga tidak hanya persediaan diterima, namun fokus juga pada penjualan (stok keluar).

Dokumen-dokumen dalam pengendalian persediaan antara lain:

  • Surat Permintaan Pembelian (SPP), SPP biasanya dibuat oleh gudang dan disetujui oleh kepala gudang. Untuk perusahaan manufaktur biasanya SPP disetujui oleh Manager PPIC, selanjutnya SPP ditujukan kepada bagian pembelian (Purchasing).
  • Pesanan Pembelian /purchase order (PO), Ketika purchasing menerima SPP, maka purchasing akan membuat Pesanan pembelian kepada pemasok.
  • Laporan penerimaan barang (LPB), ketika barang datang, maka gudang akan membuat LPB yang nantinya akan dilaporkan kepada purchasing dan accounting. Accounting juga akan menerima invoice dari supplier. Accounting akan mengecek kelengkapan data (dokumen) dan kebenaran data (kebenaran disini misalnya jumlah barang yang dipesan, spek barang, harga barang) antara PO, LPB, Surat jalan dan Invoice. Ketika sudah cocok maka accounting akan menyerahkan kepada pihak keuangan (finance) untuk dilakukan pembayaran.
  • Invoice/faktur, Invoice disini ada dua, invoice dari supplier (pembelian) dan invoice ke customer (penjualan). semuanya merupakan bentuk kontrol persediaan dari persediaan diterima sampai persediaan dikeluarkan dari gudang.
  • Surat jalan (SJ), surat disini ada dua, SJ dari supplier (pembelian) dan ke customer (penjualan). semuanya merupakan bentuk kontrol persediaan dari persediaan diterima sampai persediaan dikeluarkan dari gudang.
  • Kartu Persediaan, kartu stok digunakan oleh gudang untuk mencatat barang yang masuk dan barang yang keluar.
  • Faktu pajak, merupakan dokumen atau bukti pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dibuat oleh pengusaha kena pajak (PKP).

Berikut ciri-ciri internal control yang baik atas persediaan:

  1. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties) antara bagian pembelian, penerimaan barang, gudang, akuntasi dan keuangan.
  2. Digunakannya formulir-formulir yang bernomor urut tercetak (prenumbered), seperti permintaan pembelian (purchase requisition), order pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), laporan penerimaan barang (receiving report), order penjualan (sales order), faktur penjualan (sales invoice).
  3. Untuk pembelian dalam jumlah besar dilakukan melalui tender
  4. Adanya sistem otorisasi, baik untuk pembelian, penjualan, penerimaan kas/bank, maupun pengeluaran kas/bank.
  5. Digunakannya anggaran/budget untuk pembelian, produksi, penjualan dan penerimaan serta pengeluaran kas.
  6. Pemesanan barang dilakukan dengan memperhitungkan economic order quantity dan iron stock
  7. Digunakannya perpetual inventory sistem dan stok card, terumata diperusahaan yang nilai persediaan perjenisnya cukup material.

Pengukuran Awal Persediaan

Persediaan diukur pada biaya perolehannya mencakup (Kartikahadi, dkk., 2020):

  • Biaya pembelian

Biaya ini terdiri dari harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengankutan, biaya penanganan, dan biaya biaya lainnya yang berhubungan langsung dengan perolehan barang dagangan, bahan baku dan bahan pelengkap produksi. Adapun diskon dagang, rabat dan pos lain yang serupa maka akan mengurangi biaya pembelian.

  • Biaya konversi

Biaya konversi berlaku untuk perusahaan manufaktur yang bahan baku dan perlengkapan lainnya dibeli dan kemudian melalui pos proses produksi dikonversi menjadi barang jadi untuk dijual.

Biaya Konversi adalah biaya yang berhubungan secara langsung dengan unit produksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi dari bahan menjadi barang jadi.

Biaya overhead tetap adalah biaya produksi tidak langsung yang nilainya relatif konstan tanpa memperhatikan volume produksi yang dihasilkan. Contoh: penyusutan bangunan dan peralatan pabrik, serta pemeliharaan bangunan dan peralatan pabrik.

Biaya overhead variabel adalah biaya produksi tidak langsung yang nilai berubah mengikuti perubahan kapasitas produksi. Contohnya: bahan tak langsung dan upah tak langsung.

  • Biaya-biaya lain

Biaya lain-lain hanya dimasukkan sebagai komponen persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.  Contohnya biaya overhead non produksi atau biaya perancangan produk untuk pelanggan khusus.

Biaya yang tidak dapat dimasukkan sebagai persediaan dan langsung diperhitungkan sebagai beban ketika:

    • Pemborosan bahan, upah atau biaya produksi lainnya yang tidak normal
    • Biaya penyimpangan, kecuali biaya tersebut perlu dikeluarkan dalam proses produksi sebelum dilanjutkan ke tahap produksi berikutnya.
    • Biaya administrasi dan umum yang tidak mempunyai kontribusi untuk membuat persediaan dalam lokasi dan kondisi siap untuk dijual
    • Biaya penjualan.

Asumsi-Asumsi Arus Biaya Persediaan

Perusahaan dalam melakukan pembelian baik untuk perusahaan dagang atau pembelian barang untuk diproduksi dalam satu periode akan mendapatkan harga yang berbeda baik disebabkan karena perbedaan supplier atau karena faktor lainnya. Yang menjadi pertanyaan biaya perolehan yang mana yang digunakan perusahaan untuk menilai persediaan dan mencatat harga pokok penjualan.

Penilaian persediaan dan harga pokok penjualan berdasarkan biaya perolehan (acquisition cost) dapat dilakukan dengan 3 metode (Kartikahadi, dkk., 2020):

  • Identifikasi Khusus

Metode identifikasi khusus biasanya digunakan untuk perdagangan atau produksi barang dagang yang khusus atau unik dan lazimnya bernilai tinggi. Contohnya karya desainer gaun pengantin, barang antik, lukisan, perhiasan, kavling tanah menurut lokasi dan ukuran, ukiran dan sebagainya. Dalam akuntansi kita mengenal dengan istilah job order costing.

TanggalTransaksiJenis BarangUnitHarga Satuan (Rp) Jumlah Biaya (Rp)
1/2/2021PembelianGuci Naga1
25.000.00
25.000.000
7/2/2021PembelianGuci Keramik Dinasti Qing1
30.000.000
55.000.000
10/2/2021PembelianGuci Kuno zaman Belanda1
20.000.000
75.000.000
15/2/2021PenjualanGuci Naga1
25.000.000
50.000.000
28/2/2021PenjualanGuci Keramik Dinasti Qing1
30.000.000
20.000.000

  • Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)

Metode masuk pertama keluar pertama atau first in first out (FIFO) mengasumsikan bahwa barang yang dibeli pertama akan dijual pertama juga. Keunggulan metode ini adalah nilai persediaan yang dilaporkan di neraca menunjukkan nilai perolehan yang paling terbaru. Sehingga ketika perputaran persediaan normal, maka nilai persediaan di neraca lebih mendekati nilai sekarang.

Kelemahan metode MPKP pada nilai harga pokok penjualan pada laporan laba rugi. Harga pokok yang digunakan adalah nilai masa lalu dan ditandingkan dengan pendapatan masa kini/sekarang. Ketika terjadi inflasi cukup tinggi dapat timbul laba semu, terumata untuk barang yang perputarannya lambat.

Metode ini akan menghasilkan nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan yang sama, baik menggunakan metode pencatatan periodik maupun pencatatan perpetual.

Penilaian Persediaan FIFO Sistem Pencatatan Perpetual

TanggalPembelianHarga Pokok PenjualanSaldo Persediaan
UnitHPTotalUnitHPTotalUnitHPTotal
7/2/20212.00010.00020.000.0002.00010.00020.000.000
10/2/20216.00011.00066.000.0002.000
6.000
10.000
11.000
20.000.000
66.000.000
15/2/20212.000
500
10.000
11.000
20.000.000
5.500.000

5.500

11.000

60.500.000
28/2/20212.00011.50023.000.0005.500
2.000
11.000
11.500
60.500.000
23.000.000
Nilai Persediaan Akhir2.50025.500.0007.50083.500.000

Penilaian Persediaan FIFO Sistem Pencatatan Periodik

TanggalKeteranganUnitHarga PerolehanTotal Harga Perolehan
7/2/2021Pembelian2.00010.00020.000.000
10/2/2021Pembelian6.00011.00066.000.000
28/2/2021Pembelian2.00011.50023.000.000
Total10.000109.000.000
Persediaan akhir diketahui dalam unit 7.500
Nilai Persediaan akhir
2.000 unit x 11.500 = 23.000.000
5.500 unit x 11.000 = 60.500.000
Persediaan Akhir 83.500.000
Harga Pokok Penjualan = Harga pokok barang yang tersedia dijual - Harga pokok persediaan akhir
Harga Pokok Penjualan = 109.000.000 - 83.500.000 = 25.500.000

  • Rata-rata (average)

Untuk memperoleh biaya rata-rata per unit dalam metode rata-rata atau rata-rata tertimbang (weight average) diperoleh dari: Biaya barang tersedia untuk dijual (persediaan awal dan pembelian) dibagi dengan unit tersedia untuk dijual (unit persediaan awal + unit dari pembelian).

Jika perusahaan menggunakan pencatatan secara periodik, maka rata-rata per unit hanya dihitung di akhir periode saja. Sedangkan pencatatan perpetual, setiap kali pembelian akan dihitung biaya rata-rata per unit baru.

Selengkapnya klik link berikut: Persediaan metode rata-rata/rata-rata tertimbang

Nilai Realisasi Neto (NRN)/ Net Realizable Value (NRV)

Persediaan dicatat berdasarkan biaya perolehan awal. Persediaan yang dimiliki entitas tidak selamanya langsung habis terjual, adakalanya rusak, usang, atau harga persediaan turun drastis dibawah nilai perolehan dikarenakan mode sudah tidak sesuai, teknologi ada yang lebih canggih atau selera konsumen sudah berubah. Dalam hal ini perusahaan harus menyajikan persediaan pada laporan keuangan menggunakan pendekatan Lower of Cost or Net Realizable Value (LCNRV) atau berdasarkan nilai realisasi neto, yang mana yang lebih rendah. Metode LCNRV dalam buku hery disebut metode LCM atau Lower of Cost or Market Method.

Nilai realisasi neto  (PSAK 14) adalah taksiran harga penjualan dalam kegiatan usaha normal dikurangi taksiran biaya penyelesaian dan taksiran biaya yang diperlukan untuk melakukan penjualan.

Penggunaan metode nilai realisasi neto konsisten dengan pandangan bahwa aset seharusnya tidak dicatat melebihi jumlah yang diharapkan dapat direalisasi dari penjualan atau penggunaannya (PSAK 14).

Nilai realisasi neto yang ditentukan harus ditinjau kembali setiap periode. Ketika penurunan nilai persediaan di bawah biaya perolehan tidak ada lagi atau terjadi peningkatan nilai realisasi neto karena kondisi ekonomik, maka jumlah penurunan nilai harus dieliminasi balik (reversed).

Contohnya: PT Sky memiliki persediaan belum selesai dengan nilai jual Rp20.000.000. Taksiran biaya penyelesaian Rp5.00.000 dan taksiran margin keuntungan 10% dari nilai jual. Nilai realisasi neto dapat dihitung sebagai berikut:

Nilai Jual                                             Rp20.000.000
Taksiran biaya                                    Rp   5.000.000
Nilai realisasi neto                              Rp15.000.000
Margin keuntungan normal              Rp 2.000.000 (10% * harga jual)
NRN-margin keuntungan normal  Rp13.000.000

Setiap penurunan nilai persediaan (biaya perolehan lebih rendah dari nilai realisasi neto) maka timbul kerugian penurunan nilai persediaan. Seluruh kerugian persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Apabila terjadi pemulihan kembali penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali realisasi neto, maka harus diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan pada periode terjadinya pemulihan tersebut.

Contoh 1

ItemBiaya Perolehan (Rp)Nilai Realisasi Neto (Rp)LCNRV (Rp)
Samsung Smart TV 65 Inch8.499.5008.250.0008.250.000
COOCAA Smart LED TV 65 inch19.299.00019.899.00019.299.000
Weyon Sakura TV LED 32 inch10.456.00010.134.00010.134.000
POLYTRON LED TV TOWER CINEMAX 32 INCH9.799.0009.275.0009.275.000
Total48.053.50046.958.000

Ayat Jurnal penyesuaian yang diperlukan adalah sebagai berikut:

Kerugian karena Penurunan Nilai Persediaan         1.095.500

Persediaan                                                                                                1.095.500

(48.053.500-46.958.000=1.095.500)

Metode Pencatatan

Metode pencatatan untuk menerapkan penilaian persediaan berdasarkan mana yang terendah antara nilai realisasi bersih dengan biaya historis:

  • Metode langsung, metode langsung mengganti biaya dengan nilai realisasi neto

Jurnal penurunan nilai  persediaan

Kerugian penurunan nilai (D)

Persediaan (K)

  • Metode penyisihan tidak langsung (penyisihan), dengan membuat akun kontra terpisah atas akun persediaan.

Jurnal penurunan nilai  persediaan

Kerugian penurunan nilai (D)

Cadangan penurunan nilai persediaan (K)

Pada neraca tercatat  persediaan dan cadangan penurunan persediaan dan pada laporan laba rugi  tercatat beban kerugian penurunan nilai.

Contoh 2

BiayaNRNBiaya dan NRN, mana yang lebih rendah
Produk IndividualKategori UtamaTotal Persediaan
Kelompok Produk I
Produk A60.00055.00055.000
Produk B45.00052.00045.000
Total Produk I105.000107.000105.000
Kelompok Produk II
Produk X48.00045.00045.000
Produk Y15.00014.00014.000
Total Produk II63.00059.00059.000
Total persediaan168.000166.000159.000164.000166.000

Metode Estimasi persediaan

Dalam beberapa kondisi, akuntan perlu melakukan estimasi atas nilai persediaan. Metode estimasi persediaan terpaksa harus dilakukan jika data akuntansi dan atau fisik persediaan hilang, rusak atau musnah karena bencana alam, kebakaran, pencatatan persediaan perpetual tidak dilakukan atau sebab lainnya.

Metode estimasi juga dapat digunakan untuk mengecek keabsahan nilai persediaan dari pencatatan metode perpetual. Nilai estimasi persediaan dapat dilakukan menggunakan metode laba kotor atau metode harga ecer/jual.

Metode Laba Kotor

Metode ini terutama digunakan untuk mengestimasi persediaan untuk pelaporan keuangan interim atau digunakan untuk kepentingan internal saja, atau dalam keadaan kehilangan data. Metode ini didasarkan hubungan antara penjualan bersih dengan harga pokok persediaan. Persentase laba kotor berjalan didasarkan pada persentase laba kotor periode-periode sebelumnya.

% laba kotor = laba kotor (penjualan bersih-beban pokok penjualan)/penjualan bersih

Contoh

Berdasarkan catatan yang dilakukan oleh PT Swanpen sebagai berikut:

Saldo awal persediaan  1 Feb 2020                     300.000
Penjualan bersih selama bulan Feb                     550.000
Harga pokok barang yang dibeli selama Feb     450.000
Persentase laba kotor periode sebelumnya                  45%

PT Swanpen menyiapkan laporan keuangan per 28 Februari 2020 dan menggunakan teknik estimasi agar lebih efisien dari pada melakukan perhitungan fisik.

Berdasarkan data diatas persentase laba kotor sebesar 45%, maka kita bisa mencari laba periode berjalan:

% laba kotor = laba kotor (penjualan bersih-beban pokok penjualan)/ penjualan bersih
45% = laba kotor / 550.000

laba kotor = 550.000 x 45%
laba kotor = 247.500

Setelah mengetahui laba kotor maka kita bisa mencari beban pokok penjualan:

Beban pokok penjualan = Penjualan – laba kotor
Beban pokok penjualan        = 550.000 – 247.500

Beban pokok penjualan        = 302.500

Langkah terakhir untuk mengetahui nilai persediaan akhir

Persediaan awal             1 Feb 2020                      300.000
Harga pokok barang yang dibeli selama Feb     450.000
Barang yang tersedia untuk dijual                        750.000
Persediaan akhir                                             (447.500)
Harga pokok penjualan                                           302.500

Jadi nilai persediaan akhir yang disajikan dalam neraca sebesar Rp 447.500 (740.00-302.500)

Metode Ritel/Metode Eceran (Retail Method)

Metode Persediaan Ritel/Eceran (Retail  Inventory Method) atau disingkat metode Ritel/Eceran (Retail Method) merupakan metode yang digunakan untuk memudahkan manajemen, administrasi, pengendalian, pengawasan dan pemeriksaan persediaan beragam dengan tingkat perputaran yang sangat tinggi dan biasanya terjadi pada departemen store dan supermarket.

Teknologi pengolahan data dan informasi telah berkembang sangat pesat. Cash register,  perangkat keras di kantor, dan perangkat lunak yang telah dirancang khusus untuk bisnis eceran telah umum digunakan di bisnis eceran menengah dan besar. Semua sistem tersebut dirancang berdasarkan metode ritel.

Metode ritel dapat ditentukan dengan biaya perolehan terhadap harga ritel (cost to ritel ratio). Rasio ini mencerminkan hubungan antara biaya barang tersedia untuk dijual dan harga ritel dari barang tersebut. Rasio ini akan digunakan untuk mengkonversi nilai persediaan pada harga ritel menjadi harga perolehannya.

Perhitungan Metode Ritel

Tahap 1

Barang tersedia dijual atas dasar harga eceran – Penjualan bersih = Persediaan Akhir atas dasar Harga eceran

Tahap 2

Barang tersedia dijual atas dasar biaya perolehan : Barang tersedia dijual atas dasar harga eceran = Rasio biaya perolehan terhadap harga eceran

Tahap 3

Persediaan Akhir atas dasar Harga eceran x Rasio biaya perolehan terhadap harga eceran = Taksiran biaya perolehan persediaan akhir

Berikut ini adalah ilustrasi penerapan metode harga eceran pada perusahaan “Mandiri”

Biaya Perolehan                 Harga Eceran

Persediaan awal                         14.000.000                         21.500.000
Pembelian barang                     61.000.000                          78.500.000
Barang tersedia dijual              75.000.000                       100.000.000

Penjualan Bersih                                                                       70.000.000
Persediaan akhir                                                                       30.000.000

Tahap 1
Persediaan akhir atas dasar harga eceran = 30.000.000

Tahap 2
Rasio biaya perolehan terhdap eceran adalah 75.000.000 : 100.000.000 = 75%

Tahap 3
Taksiran biaya perolehan persediaan akhir = 30.000.000 x 75% = Rp 22.500.000

Sistem Pencatatan Persediaan

Terdapat 2 metode pencatatan persediaan pada perusahaan dagang, yaitu metode perpetual dan metode periodik (fisik). Perbandingan kedua metode tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Bahri, 2020):

KeteranganMetode PerpetualMetode Periodik
Pembelian Barang DagangDicatat Pada Akun Persediaan Barang DagangDicatat Pada Akun Pembelian
Potongan PembelianDicatat Pada Akun Persediaan Barang DagangDicatat Pada Akun Potongan Pembelian
Retur PembelianDicatat Pada Akun Persediaan Barang DagangDicatat Pada Akun Retur Pembelian
Biaya Angkut PembelianDicatat Pada Akun Persediaan Barang DagangDicatat Pada Akun Biaya Angkut Pembelian
Penjualan Barang DaganganDicatat Pada Akun Penjualan sesuai harga jual, dicatat akun persediaan barang dagang sebesar harga pokok pembelian barang yang dijual, dicatat di akun beban pokok penjualan seharga harga pokok pembelian barang yang dijualDicatat Pada Akun Penjualan sesuai harga jual (Tanpa di catat Beban Pokok Penjualan)
Potongan PenjualanDicatat Pada Akun Potongan Penjualan Dicatat Pada Akun Potongan Penjualan
Retur PenjualanDicatat Pada Akun Retur PenjualanDicatat Pada Akun Retur Penjualan
Pencatatan Akhir PeriodeTidak ada penyesuaianDilakukan penyesuaian persediaan barang dagang, pembelian, retur pembelian, potongan pembelian, biaya angkut pembelian, dan beban pokok penjualan)

 

Metode Pencatatan Perpetual

Sistem pencatatan persediaan ini dilakukan setiap terjadinya transaksi. Metode pencatatan ini lebih tertib, teratur dan detail, perusahaan akan selalu meng-update jumlah persediaan. Biasanya pencatatan ini sudah menggunakan scanning. Pada sistem ini, perhitungan fisik tetap dilakukan minimal setahun sekali. Hal ini dilakukan untuk memastikan agar tidak ada transaksi yang tidak terlewat oleh sistem (misalnya akibat pencurian, salah penyimpanan dsb). Untuk pencatatan yang memiliki hubungan dengan pembelian misalnya retur pembelian, potongan pembelian, biaya angkut dicatat pada akun persediaan barang dagang. Klik untuk mengetahui secara lengkap Metode Pencatatan Perpetual

Metode Pencatatan Periodik

Metode periodik merupakan pencatatan persediaan atas aktivitas pembelian dan penjulan barang dagang dilakukan secara periodik. Transaksi-transaksi yang berhubungan dengan pembelian dilakukan langsung dicatat pada akun masing-masing misalnya terjadi retur pembelian, maka dicatat pada akun retur pembelian. Begitu juga tekait potongan pembelian, biaya angkut pembelian. Setelah akhir periode maka dilakukan penyesuaian ke akun beban pokok pembelian.

Metode periodik disebut metode fisik karena untuk mengetahui nilai akhir persediaan harus dilakukan perhitungan fisik terlebih dahulu. Perhitungan fisik yang dimaksud bukanlah stock opname persediaan barang dagangan di gudang melainkan membuat perhitungan yang mempertemukan nilai pembelian penjualan untuk mengetahui nilai persediaan akhir barang dagangan. Selengkpanya Metode Pencatatan Persediaan Metode Periodik

 

 

Bahri, Syaiful. 2020. Pengantar Akuntansi (Edisi Ketiga). Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Hery. 2013. Akuntansi Perusahaan Jasa dan Dagang. Jakarta: Alfabeta Bandung.
Jusup, A. H. 2011. Dasar-dasar Akuntansi. Yogyakarta: STIE YKPN
PSAK
Reeve, james M. Warren, Carl S. Duchac, Jonathan E. Wahyuni, Ersa Tri. Jusuf, Amir Abadi. (2017). Pengantar Akuntansi 1 Adaptasi Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *