Kepemimpinan

Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut para ahli:
1.   Stoner
Kepemimpinan manajerial menurut Stoner adalah seuatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Tiga implikasi kepemimpinan:
2.   Sondang P. Siagian
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar melaksanakan pekerjaan bersama menuju suatu tujuan tertentu.
3.   George Terry
Kepemimpinan adalah hubungan yang erat ada dalam diri orang atau pemimpin, mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai keinginan pemimpin.
4.   Franklin G. Mooore
Kepemimpinan adalah kemampuan membuat orang-orang bertindak sesuai dengan keinginan pemimpin.
 
Kepemimpinan adalah bagian penting manajemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan, tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lain seperti perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan.

Pendekatan-Pendekatan Studi Kepemimpinan

Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku dan situasional (contingency) dalam studi kepemimpinan (Handoko, 2015:293):
Pendekatan pertama kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak. Pendekatan yang kedua bermaksud  mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behavior) peribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana dia berada.
Pemikiran dan penelitian sekarang mendasarkan pada pendekatan ketiga, yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan, dimana kondisi yang menentukan efektivitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan penghargaan bawahan, lingkungan sosial, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan, dsb. Pandangan ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan, yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektivitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.

1.    Pendekatan Sifat-sifat Kepemimpinan

Penelitian awal tentang kepemimpinan adalah sebagai berikut:
  • Membandingkan sifat-sifat orang-orang yang menjadi pemimpin dengan sifat-sifat yang menjadi pengikut.
  • Mengidentifikasi ciri-ciri dan sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin efektif.
Dalam pendekatan sifat timbul pemikiran bahwa pemimpin itu dilahirkan, pemimpin bukan dibuat atau seseorang itu dilahirkan membawa atau tidak membawa sifat-sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin.Pemikiran semacam itu dinamakan pemikiran “Hereditary” (turun temurun).
Peneliti Edwin Ghiselli, menunjukkan sifat-sifat penting untuk kepemimpinan yang efektif, antara lain:
  • Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan orang lain.
  • Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses.
  • Kecerdasaran, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya pikir.
  • Ketegasan (decisiveness), atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan measalah-masalah dengan cakap dan tepat.
  • Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebgai kemampuan untuk menghadapi masalah.
  • Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.
Keith Davis, mengikhtisarkan 4 (empat) ciri atau sifat utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan organisasi:
a.    Kecerdasan
b.   Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial
c.    Motivasi diri dan dorongan berprestasi
d.   Sikap-sikap hubungan manusiawi
Keterbatasan pendekatan kesifatan: Pendekatan kesifatan tidak dapat menjelaskan apa yang menyebabkan kepemimpinan efektif.
2.    Pendekatan Perilaku Kepemimpinan
Pendekatan ini menentukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin yang efektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dengan dan memotivasi bawahan mereka, bagaimana mereka menjalankan tugas-tugas, dsb. Pendekatan perilaku memusatkan pada dua aspek yaitu fungsi-fungsi dan gaya gaya kepemimpinan.
a.     Fungsi utama kepemimpinan pendekatan perilaku antara lain:

  • Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related), fungsi ini menyangkut tentang pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat.
  • Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau sosial, mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar, persetujuan dengan kelompok lain, penegahan perbedaan pendapat dsb.
b.     Gaya-gaya kepemimpinan
1)   Gaya dengan orientasi tugas (task related), manajer mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai dengan keinginannya. Manajer lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan dan pertumbuhan karyawan.
2)   Gaya dengan orientasi karyawan (employee-oriented), manajer memotivasi bawahan disbanding mengawasi mereka. memberi kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.
Teori-teori dan penelitian yang paling terkenal adalah:
a.     Teori X dan Teori Y (X Y Behavior Theory) dari Douglas McGregor
Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise dimana para manajer/pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
1)     Teori X, Anggapan teori X antara lain:

  • Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindari bila mungkin.
  • Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan, atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
  • Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi relatif kecil, dan menginginkan keamanan/jaminan hidup diatas segalanya.
2)     Teori Y, teori ini memiliki anggapan bahwa:

  • Penggunaan usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia seperti bermain dan beristirahat.
  • Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya.
  • Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka.
  • Rata-rata manusia, dalam kondisi yang layak, belajar tidak hanya untuk menerima tetapi mencari tanggung jawab.
  • Adanya kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreativitas dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh karyawan.
  • Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi kehidupan industri modern.
Seorang pemimpin yang menganut anggapan teori X akan cenderung menyukai gaya kepemimpinan otokratik. Sebaliknya pemimpin yang mengikuti teori Y akan lebih suka gaya kepemimpinan partisipatif atau demokratif.
b.     Studi di University of Michigan oleh ahli psikologi sosial Rensis Likert
Para penyelia yan mempraktekkan pengawasan/pengendalian umum dan berorientasi pada karyawan mempunyai semangat kerja yang lebih tinggi dan produktivitas yang lebih besar dari pada para penyelia yang mempraktekkan pengawasan/pengendalian tertutup dan berorientasi pada tugas/pekerjaan. Empat model tingkatan efektivitas manajemen menurut:
1)   Sistem 1 (Exploitative Authoritative)
Pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Pemimpin dalam sistem ini membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Pemimpin ini hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
Ciri-ciri:
a) Pimpinan menentukan keputusan
b) Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c) Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d) Komunikasi top-down
2)   Sistem 2 (Benevolent authoritative)
Pemimpin  mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, memotivasi, dan memperbolehkan adanya komunikasi ke atas. Namun bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya. Pemimpin tipe ini mengambil keputusan terkait dengan kebijakan tertentu tapi mendelegasikan atau memberi kewenangan kepada bawahan untuk mengambil jenis keputusan yang diinginkan.
Ciri-ciri dari sistem ini antara lain:
a)    Pimpinan percaya pada bawahan
b)   Motivasi dengan hadiah dan hukuman
c)    Adanya komunikasi ke atas
d)   Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
e)    Adanya delegasi wewenang
3)   Sistem 3 (Pemimpin Konsultatif)
Pada sistem ini pemimpin mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya kalau dia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan lewat konsultasi. Bawahan di sini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasannya karena mengalir secara vertikal maupun horizontal. Bawahanpun dapat membuat keputusan sendiri tentang cara melaksanakan tugas. Reward lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara lain:
a)    Komunikasi dua arah
b)   Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
c)    Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4)   Sistem 4 (Partisipative Group)
Pemimpin mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat dari bawahan dan mempunyai niatan untuk menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugasnya bersama atasannya. Bila pemimpin secara formal membuat keputusan, mereka melakukannya setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari bawahan. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem Grup Partisipatif antara lain:
a)     Team work
b)     Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c)     Komunikasi dua arah (top down and bottom up)
c.     Kisi-kisi manajerial dari Blake dan Mouton  (Blake and Mouton managerial grid)
Blake and Mouton managerial grid, kadang-kadang disebut jaringan kepemimpinan dikemukakan oleh Robert K. Blake dan  Jane S. Mouton di University of Michigan dan Ohio State University. Mereka memilah dua dimensi yaitu orientasi pada orang (concern for people) dan orientasi pada tugas (concern for production) sebagai dua dimensi independen dalam teori kepemimpinan. Hal ini merupakan langkah besar dalam studi kepemimpinan yang dilakukan pada tahun 1950an.
Penekanan kepada bagaimana para manajer memikirkan mengenai dimensi perilaku pemimpin yang concerndengan aspek produksi dan hubungan kerja dengan manusianya kemudian diurai oleh Robert Blake dan Jane Mouton dalam gambaran grafis dari gaya kepemimpinan melalui kisi-kisi (grid) manajerial (orang-orang yang akomodatif, kebutuhan dan memberi mereka prioritas) pada y-axis dan kepedulian untuk produksi (menjaga jadwal yang ketat) pada x-axis, dengan setiap dimensi mulai dari rendah (1) ke tinggi (9), sehingga menciptakan 81 posisi yang berbeda dimana gaya kepemimpinan mungkin terjadi. Berbagai kombinasi pada garis X dan Y kemudian diidentifikasi oleh Blake dan Mouton dalam 5 gaya kepemimpinan.
Kelima gaya kepemimpinan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1.     Impoverished Management (1, 1)
Manajer dengan pendekatan ini sifatnya rendah perhatiannya pada dimensi orang (concern for people) dan orientasi pada tugas (concern for production). Pemimpin memiliki kepedulian yang rendah terhadap kepuasan karyawan dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh organisasi dan menggambarkan adanya ketidakharmonisan dan disorganisasi. Para pemimpin di titik ini bisa dikatakan tidak efektif dimana tindakan mereka hanya ditujukan untuk melestarikan jabatan dan senioritas.
2.     Task management (9, 1)
Juga disebut gaya diktator atau membinasakan. Berikut pemimpin lebih peduli tentang produksi dan memiliki kepedulian yang minim bagi orang-orang. Gaya ini didasarkan pada teori X dari McGregor. Kebutuhan karyawan tidak diperhatikan dan mereka hanyalah sebuah sarana untuk mencapai tujuan. Pemimpin percaya efisiensi dapat dihasilkan hanya melalui organisasi yang tepat dari sistem kerja dan mengeliminir keterlibatan orang sedapat mungkin. Gaya ini dengan sendirinya meningkatkan output dari organisasi dalam jangka pendek namun karena kebijakan dan prosedur yang ketat, maka perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak bisa dihindari.
3.     Middle-of-the-Road(5, 5)
Ini pada dasarnya adalah gaya mengorbankan dimana pemimpin mencoba untuk menjaga keseimbangan antara tujuan perusahaan dan kebutuhan manusianya. Pemimpin tidak mendorong batas-batas pencapaian menghasilkan kinerja rata-rata untuk organisasi. Pada titik ini kebutuhan karyawan dan produksi sepenuhnya tidak terpenuhi.
4.     Country Club(1, 9)
Ini adalah gaya kolegial ditandai perhatian terhadap tugas yang rendah dan tinggi terhadap orientasi orang dimana pemimpin berusaha menciptakan suasana lingkungan yang semua orang bekerja dengan rileks, bersahabat, dan bahagia bekerja dalam organisasinya. Dalam suasana seperti ini tidak ada satu orang pun yang mau memikirkan tentang usaha-usaha koordinasi guna mencapai tujuan organisasi. Namun, fokus pada tugas-tugas yang rendah dapat menghambat produksi dan menyebabkan hasil dipertanyakan.
5.     Team Management (9, 9)
Ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap orang-orang dan fokus pada tugas, gaya ini didasarkan pada teori Y McGregor yang berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam gaya kepemimpinan team management terdapat kesepkatan untuk melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil yang terbaik yang mungkin dapat dicapai dan gaya ini yang paling efektif menurut Blake dan Mouton. Pemimpin merasa bahwa pemberdayaan, komitmen, kepercayaan, dan rasa hormat merupakan elemen kunci dalam menciptakan suasana tim yang secara otomatis akan menghasilkan kepuasan karyawan dan produksi yang tinggi.
Kisi-kisi manjerial Black dan Mouton digunakan untuk membantu manajer menganalisis gaya kepemimpinan mereka sendiri melalui teknik yang dikenal sebagai pelatihan grid. Hal ini dilakukan dengan pemberian kuesioner yang membantu para manajer mengidentifikasi bagaimana menempatkan diri sehubungan dengan concern mereka terhadap dimensi produksi dan manusia. Pelatihan terhadap para manajer juga bertujuan untuk membantu para pemimpin guna mencapai keadaan ideal 9, 9 atau Team Management.
d.     Studi Ohio State
Gaya kepemimpin Ohio ini dimulai dengan premis bahwa tidak ada kepuasan atau rumusan atau definisi kepemimpinan yang ada. Dari hasil kerja terdahulu berasumsi bahwa “kepemimpinan” selalu diartikan sama dengan kepemimpinan yang baik.
Dua kelompok perilaku yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan yaitu:
1)     Struktur pemrakarsaan atau pembuatan inisiatif (Initiating structure)
Struktur ini menunjukkan pada perilaku pemimpin didalam menentukan hubungan kerja antara dirinya dengan yang dipimpin, dan usahanya didalam menciptakan pola organisasi, saluran komunikasi dan prosedur kerja yang jelas.
2)     Pertimbangan/Perhatian (consideration)
Struktur ini menggambarkan perilaku pemimpin yang menunjukkan kesetiakawanan, bersahabat, saling mempercayai, dan kehangatan didalam hubungan kerja antara pemimpin dengan anggota stafnya.
Kedua perilaku ini digali dan diteliti oleh penelitian Universitas Ohio dengan menyebarkan Kuesioner yang ditujukan kepada aspek-aspek yang telah direncanakan sebelumnya.
3.     Pendekatan Situasional – Contingency
Tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap manajer di bawah seluruh kondisi. Pendekatan situasional-contingencymenggambarkan bahwa gaya yang digunakan adalah bergantung pada faktor-faktor seperti situasi, karyawan, tugas, organisasi, dan variabel-variabel lingkungan lainnya.
Mary Parker Follet mengembangkan hukum situasi, mengatakan bahwa ada 3 variabel kritis yang mempengaruhi gaya pemimpin, yaitu:
a.    Pemimpin
b.   Pengikut/bawahan
c.    Situasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan diklasifikasikan sebagai faktor-faktor makro dan faktor-faktor mikro. Faktor-faktor makro antara lain: organisasional, sosial dan kebudayaan, industri, kondisi perekonomian. Faktor-faktor mikro antara lain: pengharapan dan perilaku atasan, tingaktan organisasi dan besarna kelompok, pengharapan dan perilaku bawahan dan kepribadian dan latar belakang pemimpin.
  
Hubungan antara pemimpin, bawahan dan situasi
  
Teori-teori situasional yang terkenal antara lain:
  1. Rangkaian kesatuan kepemimpinan dari Tannembaum dan Schmidt, menguraikan berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan oleh manajer diklasifikasikan menjadi tiga kumpulan “kekuatan” sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu: 1)   Kekuatan-kekuatan dalam diri manajer, yang mencakup: sistern nilai, kepercayaan terhadap bawahan, kecenderungan kepemimpinannya sendiri, dan perasaan amandan tidak aman, 2)   Kekuatan-kekuatan dalam diri para bawahan, meliputi kebutuhan mereka akan kebebasan,  kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab, apakah mereka tertarik dalam dan mempunyai keahlian untuk penanganan masalah, dan harapan mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan, 3)   Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup tipe organisasi, efektifitas kelompok, desakan waktu, dan sifat masalah itu sendiri. Konsep Tannenbaum dan Schmidt ini disajikan sebagai suatu rangkaian kesatuan kepemimpinan (leadership continuum). Pendekatan yang paling efektif sebagai manajer, menurut mereka, adalah sedapat mungkin fleksibel, maupun memilih perilaku kepemimpinan yang dibutuhkan dalam waktu dan tempat tertentu.
  2.  Teori contingency dari Fiedler,  suatu teori kepemimpinan yang kompleks dan menarik adalah contingency model of leadership effectiveness dari Fiedler. Teori ini menyatakan bahwa efektivitas suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian pemimpin dan situasi. Situasi dirumuskan dengan dua karakteristik: 1) Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi dan 2) Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan ketidakpastian. Fiedler mengidentifikasi ketiga unsur dalam situasi kerja ini untuk menentukan gaya kepemimpinan mana yang efektif yaitu hubungan pimpinan anggota, struktur tugas dan posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan dari wewenang formal. Studi Fiedler ini tidak melibatkan variabel-variabel situasional lainnya. Seperti motivasi dan nilai-nilai bawahan, pengalaman pemimpin dan anggota kelompok. Situasi dinilai dalam istilah yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Situasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan apabila dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan berorientasi tugas akan efektif. Bila situasi mengungtungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat, tipe pemimpin hubungan manusiawi atau yang toleran dan lunak (“lenient”) akan sangat efektif. Model ini dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi pemimpin yang paling efektif mereka perlu menyesuaikan gaya-gaya kepemimpinan terhadap situasi.
  3.  Teori siklus kehidupan dari Hersey dan Blanchard, strategi dan perilaku pemimpin harus situasional dan terutama didasarkan pada kedewasaan atau ketidakdewasaan para pengikut. Definisi-definisi berikut akan membantu untuk memahami teori ini.
  • Kedewasaan (maturity) adalah kapasitas/ kemampuan individu atau kelompok untuk menetapkan tujuan tinggi tetapi dapat dicapai  dan keinginan dan kemampuan mereka untuk mengambil tanggung jawab.
  • Perilaku tugas adalah tingkat dimana pemimpin cnderung untuk mengorganisasikan dan menentukan peranan-peranan para pengikut, menjelaskan setiap kegiatan yang dilaksanakan, kapan, dimana, dan bagaimana tugas-tugas diseleseikan.
  • Perilaku hubungan berkenan dengan hubungan pribadi pemimpin dengan individu atau para anggota kelompoknya.

Daftar Pustaka

http://perilakuorganisasi.com/kisi-kisi-manajerial-blake-dan-mouton.html

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*